PARIAMAN, - Berdasarkan laporan Lembaga Setara Institute, Kota Pariaman masuk ke dalam 10 kota yang intoleran di Indonesia. Menanggapi hal tersebut Asisten I Setdako Pariaman, Yaminu Rizal mengungkapkan bahwa Kota Pariaman lebih mementingkan bagaimana masyarakatnya hidup lebih baik.
Dia menilai Kota Pariaman dikenal dengan masyarakatnya yang homogen dan sudah hidup dengan perekonomian yang baik. Hidup beragama rukun dan tidak ada keluhan dari masyarakat.
“Tiba-tiba ada yang menyatakan Kota Pariaman adalah kota yang intoleran, kita ingin tahu juga indikator yang dinilai apa, serta tujuannya apa. Karena penelitian tersebut harus dilakukan dengan data yang valid, ” terangnya di Ruang Rapat Walikota Pariaman, Selasa (5/4/2022).
Yaminurizal juga menjelaskan, selama ini Pemko Pariaman tidak memiliki masalah intoleran, bahkan ASN ada yang beragama selain Islam namun mereka nyaman-nyaman saja.
“Diketahui, Kota Pariaman adalah daerah yang sangat toleransi dan terbuka kepada semua pihak. Ini sesuai dengan visi dan misi Pemko Pariaman yang merupakan daerah tujuan wisata”, tegasnya.
“Kalau riset ini berdasarkan ilmiah, perlu dikaji secara ilmiah juga, namun jangan sampai mengganggu kebijakan daerah yang bisa membuat situasi ini tidak bagus bagi daerah”, tutupnya mengakhiri.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumbar, Duski Samad mengatakan, berdasarkan hasil penilaian Lembaga Setara Institute bahwa ini tidaklah riset.
“Kalau riset harus berdasarkan objektif. Jangan ini dijadikan sebagai referensi bagi kabupaten/kota yang ada di Sumbar”, sebutnya.
Ia juga menuturkan bahwa apabila riset tersebut dinilai berdasarkan demografi daerah, penduduk dikatakan tidak rukun apabila tidak menerima, tidak mengakui dan tidak menghargai agama lain. Sedangkan Kota Padang Panjang yang merupakan kota pendidikan, Kota Pariaman adalah kota perdagangan dan wisata dan Kota Padang yang juga Ibukota dan kota perdagangan.
“Untuk 3 daerah di Sumbar yang disebutkan intoleransi, FKUB Sumbar sangat tidak menerima dan keberatan dan diminta pertanggung jawaban kepada yang melakukan riset karena untuk mengukur daerah intoleransi perlu diukur dengan jelas dari pihak-pihak yang berkompeten”, pungkasnya. (*)