Paninggahan, – Sekretaris Utama (Sestama) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Tavip Agus Rayanto mengingatkan, isu stunting menjadi persoalan amat penting di Indonesia saat ini.
“Masalah stunting ini sangat penting karena bakal berkaitan dengan bonus demografi yang bakal diterima Indonesia di masa mendatang, ” ingat Tavip Agus Rayanto saat melakukan kunjungan kerja Sosialisasi Advokasi dan KIE Penanganan Stunting Bersama Mitra Kerja, di Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok, Sabtu (4/6/2022).
Untuk diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia.
Berdasarkan jumlah penduduk dan rata-rata angka kelahiran saat ini, Pemerintah Indonesia memperkirakan bonus demografi bakal diterima pada tahun 2035 mendatang. Namun periode atau waktu masuknya bonus demografi tersebut bisa saja tidak didapat akibat banyaknya anak yang mengidap stunting saat ini.
“Kalau bonus demografi dapat dimanfaatkan, tahun 2035 Indonesia bakal menjadi kekuatan ekonomi nomor 5 dunia. Ini kalau dapat dimanfaatkan ya, kalau tidak tentu tidak jadi dapat bonus demografinya, ” ujar Tavip Agus Rayanto.
Untuk mencapai hal tersebut, lanjut dia, dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
“Itu kenapa isu stunting itu penting, ” ulasnya.
Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar, Fatmawati menuturkan, Kabupaten Solok merupakan daerah dengan kasus stunting paling tinggi di Sumbar, mencapai 40, 1 persen. Jelas dia, dari 10 anak yang lahir, 4 di antaranya stunting.
“Kondisi ini amat mempengaruhi kualitas SDM Kabupaten Solok di masa mendatang, ” ingat dia.
Guna menekan jumlah anak penderita stunting, dia menyarankan agar masyarakat ikut berperan aktif dalam program BKKBN, terutama soal gizi seimbang.
Secara pemetaan, stunting mayoritas menyerang keluarga dengan sejumlah persoalan, diantaranya faktor yakni, keluarga tidak berpenghasilan, Keluarga dengan anak putus sekolah, keluarga yang masih berlantai tanah, keluarga sumbar air minum tidak layak serta keluarga tidak punya jamban.
Kegiatan tersebut juga dihadiri Anggota Komisi IX DPR RI, Darul Siska. Dia mengingatkan, kesadaran masyarakat salah satu kunci dalam menurunkan angka stunting di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat.
“Pemerintah, legislatif mulai dari pusat hingga daerah sedang bekerja untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen sampai 2024. Maka dari itu tinggal kesadaran masyarakat, kesadaran masyarakat kunci menurunkan stunting, ” ungkapnya.
Diketahui secara nasional, menurut data, pencapaian rata-rata pertahun penurunan stunting sebesar 2, 0% (2013 – 2021) dengan angka prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 24, 4%.
Pemerintah masih gencar melakukan upaya inovasi dalam pencapaian 2, 7% pertahun agar mencapai target 14% (target RPJMN) dengan ketepatan intervensi yang dilakukan.
Dari 27 Provinsi, masalah gizi bersifat Akut-Kronis. Upaya konvergensi harus sudah mulai menuju kualitas intervensi berimbang di dua intervensi utama yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Antisipasi ke depan dengan meningkatkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu maupun di faskes lainnya, karena prevalensi underweight (berat badan menurut umur) terjadi kenaikan hampir 1%. Ini terdampak adanya pandemi Covid-19 sehingga standar pemantauan pertumbuhan balita ( ≥ 8 kali) rendah secara nasional sekitar 39%. (**)